Prasasti Panumbangan I

(andrik-kun) Prasasti Panumbangan I berada di area situs Cagar Budaya Gapura Plumbangan, Di Desa Plumbangan,Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar. Prasasti ini terbuat dari batu Andesit dan berbentuk kurawal dan memiliki ukuran: Tinggi: 78 cm, Lebar atas : 120 cm, Lebar  bawah : 90 cm, Tebal 26, pada bagian bawah terdapat ornament Padmasana  dengan ukuran Tingi  35 cm dan Panjang : 90 cm. Dinamakan prasasti Panumbangan I karena terdapat lagi Prasasti Panumbangan II (Petung Ombo) yang kini berada di Pendopo Kabupaten Blitar.

IMG_0503
Candrakapala di Prasasti Panumbangan I

Hasil pembacaan dalam OJO (LXIX : 159)angka tahun Prasasti ini adalah 1062 saka akan tetapi dikoreksi oleh Damais (EEI IV) menjadi 1042 saka yakni masa Raja Bameswara. Menurut Witasari (2011 : 27), jika dibandingkan dengan prasasti Raja Bameswara sebelumnya yaitu prasasti Padlegan I (1038 Saka), maka angka tahun tahun1062 saka terlalu jauh untuk rentang waktu raja mengeluarkan prasasti. Perlu diketahui raja setelahnya yaitu Raja Jayabahaya memerintah rentang waktu 1057 – 1066 saka. Jadi sangat dimungkinkan angka tahun prasasti Panumbangan adalah 1042 saka, yang dimana raja Bameswara yang mempunyai candrakapalalancana ini masih memerintah (1038 – 1056 Saka).

Prasasti Panumbangan adalah prasasti sima yang isinya adalah penetapan kembali desa Panumbangan sebegai desa sima oleh Sri Bameswara yang pada prasast ini bergelar crï maharaja rake sirikan crï paramecwara sakalabhuwanatustikarananiwaryyawïryya parakrama digjayottunggadewa. Penetapan tersebut berdasarkan keputusan raja yang pernah diberikan kepada penduduk desa Panumbangan. Dalam prasasti ini disebutkan juga para rama lima duwan i panumbangan i dalm thani mendapatkan hak-hak istimewanya. Rahmawati (2002 : 39-41) menambahkan beberapa hak-hak istimewa yang terdapat Prasasti Panumbangan I diantaranya adalah dapat memiliki tempat tempat duduk kayu yang di Bubut, dapat memiliki rumbai-rumbai dari suatu jenis kain halus/bananten ditepian altar rumah, dapat memiliki lesung kuning, dapat memiliki balai-balai, dapat memiliki rumah berlantai, dengan balai-balai dan juga dapat memperistri pelayan atau budak. Selain itu juga disebutkan bahwa para duwan i panumbangan berhak memanggil men-men dan memberikan pertunjukan khusus untuknya. Dalam SNI 2 (2010 : 362), men-men memiliki arti topeng, sedangkan menurut Edi Sedyawati, (dalam Rahmawati 2002 : 84) men-men merupakan sejenis tontonan keliling. Kemungkinan yang dimaksud dengan men-men adalah sejenis kesenian jalanan atau kesenian keliling yang pemamakainya memakai topeng pada saat pertunjukan

Tinggalkan komentar