Pahlawan Street Center (PSC) merupakan kawasan wisata baru yang ada di Kota Madiun. Taman Wisata Sumberwangi atau Sumberumis kini menjadi favorit warga Madiun untuk dikunjungi. Disana terdapat replika patung merlion Singapura menjadi daya tarik wisatawan. Sebenarnya daya tarik wisata di PSC tidak hanya patung merlion, disepanjang jalan yang bernama asli Jalan Pahlawan ini masih berdiri beberapa bangunan peninggalan era kolonial Belanda. Salah satu bangunan itu adalah Kepala Badan Koordinasi Wilayah I (Bakorwil) Madiun.
Bagi warga kota Madiun Rumah Dinas Bakorwil I Madiun merupakan istana Merdeka-nya Madiun karena bentuk bangunannya yang mirip. Jika Istana Merdeka di Jakarta dulu merupakan Paleis te Koningsplein (Istana Koningsplein), maka Rumah Rumah Dinas Bakorwil I Madiun dulu adalah Residentshuis/ Residents woning Madioen atau Rumah Residen.

- Riwayat Rumah Residen Madiun.
Dinamakan rumah Residen Madiun karena merupakan tempat tinggal para residen belanda yang memimpin Residentie atau Keresidenan Madiun. Keresidenan Madiun dibentuk oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1830 bersamaan dengan keresidenan Banyumas, Bagelan, Kediri dan Ledok. Disaat itu pula Loudewijk De Launy diangkat oleh Gubernur Jenderal Hindia-Belanda sebagai Residen Madiun yang pertama. Untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan kolonial di Madiun maka dibangunlah berbagai sarana penunjang seperti rumah residen.
Dalam catatan kaki Onghokham yang merujuk pada jurnal Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie (TNI) Deel XXI, 1949 (2019: 133), menyebutkan jika rumah residen Madiun dibangun pada tahun 1831 di bekas benteng pertahanan belanda. Rumah residen pada saat itu menjadi loji (logee) pertama didaerah ini. Bangunannya tidak memiliki pendopo seperti rumah bupati. Akan tetapi beranda depanya dibuat lebar seperti kuil yunani dengan pilar batu tinggi besar dan berlantai marmer. Sebagai simbol hubungan antara-elite dan pribadi dari kekuasaan kolonial, residen akan menerima tamu di aula dalam rumah tersebut dibawah gambar Raja/Ratu Belanda (Onghokham, 2019: 105).
Dalam perang Jawa, Madiun disebut dengan Wonorejo yang merupakan wilayah Mancanegara Yogyakarta. Wilayah ini kemudian pusat kedudukan residen. Ketika ditempati pada (Mei) 1938 dimana E. Francis menjabat sebagai Residen Madiun, situasi rumah residen masih sepi dan dikelilingi oleh sawah hampir disemua sisinya. Di sisi timur dan tenggara, terhampar sawah yang berbatasan dengan hutan jati. Ketika seseorang memandang ke horizon, akan terlihat bahwa hamparan sawah ini juga berbatasan dengan lereng Gurung Wilis (Reinhart, 2021: 274).
Sebuah catatan menarik datang dari Franz Wilhelm Junghun (1809-1864) seorang geolog, saat dia tiba di tempat ini (Madiun) pada 13 Juni 1838. Dia kemudian menginap sebuah bangunan di kompleks kediaman residen yang serupa dengan sebuah benteng kecil atau penjara. Dia juga mengungkapkan bahwa situasi pada saat itu masih sangat sepi. Orang eropa yang tinggal di kompleks itu masih tiga dan empat orang. Baginya situasi ini serupa dengan sebuah peternakan di eropa yang dikelilingi rerumputan (Reinhart, 2021: 274).
Dalam artikel Madioen Hondred Jaar Gelegen yang dimuat dalam surat kabar Soerabaiasche Handelsblad, 27 September 1937, menyebut rumah Residen Madiun diperkirakan dibangun pada tahun 1830 atau 1831. Pada suatu laporan perjalanan tahun 1843 dan 1849, kondisi rumah residen digambarkan berbeda. Pertama, dikatakan bahwa rumah residen yang berada ditepi sungai Madiun ini bangunannya “paling indah”, akan tetapi “kurang bersih”. Kemudian yang kedua, bahwa pemukiman eropa hanya terdiri dari beberapa rumah, rumah residen adalah bangunan yang menonjol karena keindahannya dan mempunyai halaman yang luas. Keindahan rumah residen sempat dirusak oleh angin kencang dari barat daya yang menerjang pada bulan Februari 1840. Kerusakan yang ada langsung sepenuhnya diperbaiki (Teesntra, 1846: 216).

Van Gelder (1882 : 127), juga menyebutkan jika rumah Residen Madiun terletak pemukiman orang eropa dan merupakan bangunan yang sangat indah. Pemukiman eropa pertama kali di Madiun sangat dimungkinkan awalnya terkonsentrasi di sekitar rumah residen. Hal ini berhubungan keamanan orang-orang eropa yang tinggal di Madiun. Mengenai wilayah pemukiman eropa di Madiun sempat sekilas disinggung oleh L. Adam dalam Christopher Reinhart. Dalam catatan kakinya disebutkan (2021 : 164) jika tanah desa yang bernama Patoman dibeli oleh pemerintah kolonial pada tahun 1831 untuk diubah menjadi pemukiman penduduk termasuk membangun rumah residen. Nama Patoman masih tertera di peta-peta lama. Sekarang menjadi nama lingkungan Kelurahan Madiun Lor tapi tidak tercatat secara adminitrasif.
Sebelumnnya disebutkan bahwa rumah residen Madiun dibangun bekas benteng pertahanan belanda. Bahkan Junghun juga hampir menyebut hal demikian ketika tinggal di Madiun. Jika berdasarkan tinjauan peta-peta lama, bangunan benteng sebenarnya berdiri sendiri. Benteng terletak sebelah barat laut yang hanya sekitar 200 meter dari rumah residen (lihat peta). Akan tetapi hal ini kiranya perlu diteliti lebih lanjut, apakah Junghun sempat tinggal di kompleks rumah residen atau malah di dalam benteng.
Mungkin tidak banyak yang mengetahui jika di Kota Madiun pernah terdapat benteng. Wilayah bekas benteng sekarang dikenal dengan “Beteng” yang sekarang menjadi kompleks perumahan kepolisian dan tempat ibadah. Benteng inilah yang digunakan Belanda untuk meredam pasukan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa 1825-1830. Benteng ini dibangun karena saran dari seorang tuan tanah dari Yogyakarta, Pierre-Medard Diard (1794-1863). Tempat dibangun benteng disebut sebagai Kartoharjo (Bukan Wonorejo). Sesegera Bupati Madiun (Ronggo Prawirodiningrat) membangun benteng tersebut dengan menugaskan RT Sosronegoro, seorang mantan pertuas pemunggut pajak di Grobogan-Wirosari dengan perintah membangun “benteng ing Kartoharjo”. Benteng tersebut disebutkan punya dua bastion di sebelah utara selatan, yang dapat menjangkau jalan menuju Ponorogo dan juga mengawasi rumah bupati serta pasar (Reinhart, 2021 : 316-318)

Dalam Madioen Hondred Jaar Gelegen, disebutkan jika benteng benteng selesai dibangun 1831. Berbentuk segiempat sehingga punya 4 bastion sama seperti dalam peta tahun 1917 (lihat peta). Jumlah bastion yang jelaskan sebelumnya berbeda, ada kemungkinan telah ditambah. Pada tanggal 13 April 1853 Pemerintah kolonial belanda mengeluarkan Staatsblad No. 27 yang memuat nama benteng-benteng pertahanan di Jawa dan Madura. Benteng Madiun disebut dengan nama blokhuis (Suprianto, 2021 : 33). Pembangunan benteng dan rumah residen ini merupakan sebagai tanda dimulainya era kolonisasi di Madiun.
- Sebagai Nama Jalan.
Rumah Dinas Barkorwil I Madiun beralamat di Jalan Pahlawan No. 31 , Kota Madiun. Mungkin belum banyak yang tahu jika Jalan Pahlawan dahulu sempat bernama Residentlaan atau Jalan Residen. Penamaan ini sudah tentu mengambil dari keberadaan Rumah Residen (Suprianto, 2021 : 53). Pada umumnya penamaan jalan pada masa kolonial selalu memakai akhiran Straat, Laan, Weg dan Steeg. Akhiran Laan pada kata Residentslaan memiliki pengertian jalan indah yang ditanami pohon di sisi kanan-kirinya (Raap, 2015: 166). Dahulu Residentslaan memang dikanan-kirinya terdapat pohon. Bukti ini bahkan terpetakan dalam peta tahun 1917. Mengenai jenis pohon apa yang ditaman pada saat itu masih belum diketahui. Alberts S. Bickmore (1868: 104) dalam bukunya Travels In East Indian Archilepago menyebutkan bahwa di jalan jawa merupakan jalan yang baik karena dipinggir jalan ditanami pohon peneduh. Salah satu pohon yang digemari adalah Pohon Asam. Namun kenyataannya sekarang banyak pohon peneduh dipinggir jalan yang ditebang dengan alasan tertentu misalnya untuk keamanan pengendara.
Residentslaan merupakan bagian dari jalan pos atau postweg yang menghubungkan Surabaya dengan Surakarta. Fungsinya sama dengan Jalan Raya Pos Deandels perbedaannya cuma pada tahun pembangunannya. Jika Jalan Daendles sebagian besar mengambil rute pantai utara, pada tahun 1854 juga mulai dibangun postweg yang mengambil rute melewati Yogyakarta, Surabaya, Madiun, dan Kediri. Jalan ini dibangun membutuhkan waktu yang cukup lama yakni 20 tahun (Suprianto, 2021 : 14).
Residentslaan bisa dikatakan jalan yang menjadi titik awal lahir serta berkembangnya Kota Madiun. Belanda mendirikan Residentie atau Keresidenan Madiun pada tahun 1831 serta membentuk Gemeente atau Kota Madiun tahun 1918 di kawasan jalan ini. Bahkan hampir semua bangunan pemerintahan dan fasilitas yang dibangun oleh Belanda semuanya dipusatkan di jalan ini. Keberadaan bangunan-bangunan tersebut membuat Residentslaan tak ubahnya menjadi centrum stads atau pusat kota. Keadaan seperti ini bertahan sampai sekarang (Suprianto, 2021 : 53-55).
- Berarsitektur Indische Empire
Rumah Dinas Bakorwil merupakan salah satu bangunan Belanda di Kota Madiun yang masih mempertahankan bentuk asli dan masih berfungsi dengan baik. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa, bangunan rumah dinas bakorwil memiliki beranda luas dan adanya pilar yunani yang besar. Bagian-bagian merupakan salah satu ciri rumah yang berarsitektur Indische Empire.
Gaya arsitektur indische empire awalnya adalah bagian kebudayaan indisch yang berkembang di kalangan urban Hindia Belanda pada abad 17 dan 18. Pada mulanya, gaya arsitekur ini sebenarnya hendak meniru gaya aristokratik kalangan atas orang-orang Eropa. Para penggunanya antara lain adalah pejabat-pejabat VOC yang tinggal di daerah rural, di pinggir kota Batavia. Bangunan bergaya indische ini pada awalnya disebut dengan nama heerenhuizen atau landhuizen. Rumah tersebut biasanya dilengkapi dengan kebun-kebun yang luas, yang sangat kontras dengan keadaan rumah-rumah di sekitarnya yang biasanya menghadap ke sungai dan jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya hampir tidak ada.
Gaya landhuizen itu mengalami perubahan saat Gubernur Jenderal H.W. Daendels datang (1808-1811). Dia adalah bekas perwira tentara Louis Napoleon dari Perancis, yang mana ketika itu di Perancis sedang berkembang arsitektur neoklasik yang disebut empire style. Daendels kemudian mengubah rumah landhuizen yang ada di Hindia Belanda itu dengan suatu gaya empire style yang berbau Perancis. Gaya itulah yang kemudian dikenal dengan nama indische empire style, yaitu suatu gaya arsitektur empire style yang disesuaikan dengan iklim, teknologi, dan bahan bangunan setempat. Adapun ciri lengkap dari gaya bangunan tersebut bisa dilukiskan sebagai berikut: Denahnya simetri penuh. temboknya tebal, langit-langitnya tinggi, lantainya marmer. Di ruang tengah terdapat central room yang besar yang berhubungan langsung dengan beranda depan dan beranda belakang yang luas. Beranda yang luas dari gaya arsitektur tersebut merupakan penyesuaian dengan iklim tropis lembab yang membutuhkan cross ventilation yang baik. Beranda pada rumah indische juga berfungsi dalam pergaulan sosial orang-orang Eropa kala itu. Di beranda, mereka kerap mengadakan pesta dansa di sore hari bagi kaum muda, dan tempat main kartu bagi orang tua.
Beberapa ciri diatas masih bisa kita lihat untuk bangunan rumah residen atau rumah dinas bakorwil. Untuk bangunan utamanya nyaris tidak ada perubahan. Jika melihat peta lama tahun 1917, disebelah utara dan selatan bangunan utama terdapat dua bangunan memajang yang dihubungkan oleh koridor. Bangunan sebelah utara besar kemungkinan adalah ruang servis. Ruang servis merupakan tempat gudang dan memasak. Kemudian bangunan sebelah selatan besar kemungkinan adalah paviliun khusus tamu. Menariknya disebuah taman rumah dinas bakorwil bisa kita temui arca-arca. arca-arca yang terindetifikasi diantaranya adalah nandi, arca dewi, arca agastya, panil relief dan arca durgamahisasuramardini. Arca-arca ini kemungkinan dahulu merupakan milik para residen dan diletakan ditaman-taman sebagai hiasan. Mengenai asal-usul temuannya kemungkinan semuanya berasal dari Madiun.
Berdasarkan hasil pendataan obyek diduga cagar budaya (ODCB) Kota Madiun, ada setidaknya tiga bangunan lagi yang berasitektur sama dengan Rumah Dinas Bakorwil. Ketiga bangunan itu adalah Rumah Kapiten China (Alun-Alun Selatan), Rumah Rokok Grindo (Jalan Kutai) dan Rumah Diesel Redjo (Jalan H. Agus Salim. Arsitektur rumah dinas bakorwil ini tergolong langka dan sangat perlu dilestarikan. Itulah sebabnya pada tahun 2017 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Madiun melakukan pendaftaran disertai kajian untuk rumah dinas bakorwil. Pendaftaran dan Kajian ini gunanya untuk menetapkan rumah dinas bakorwil sebagai Cagar Budaya. Hasilnya pada tahun 2019 Kompleks Rumah Dinas Bakorwil telah menjadi Cagar Budaya peringkat Kota.
- Daftar Rujukan
Bickmore, Alberts S. 1868. Travels In East Indian Archilepago. London : John Murray, Albemarle Street
Handinoto, 1994. Indische Empire Style : Gaya Arsitektur “Tempo Doeloe” Yang Sekarang Sudah Mulai Punah. Dimensi 20/Ars Desember 1994.
Onghokham, 2018. Madiun dalam Kemelut Sejarah: Priyayi dan Petani di Keresidenan Madiun Abab XIX. Jakarta: KPG
Raap, Olivier Johannes 2015. Kota di Djawa Tempo Deoloe. Jakarta : KPG
Reinhart, Christopher (ed). 2021. Antara Lawu dan Wilis : Arkeologis, Sejarah dan Legenda Madiun Raya berdasarkan Catatan Lucien Adam (Residen Madiun 1934-38). Jakarta : KPG.
Suprianto, Andrik. 2021. Nama-Nama Jalan di Kota Madiun Masa Kolonial 1918-1942 : Asal-usul dan Perubahannya. Kediri: Pasak Kadhiri.
Soerabaiasch Handelsblad, 24 September 1937. Madioen Honderd Jaar Geleden : Komst van Europeesch Bestuur.
Teenstra, M.D. 1846. Beknopte beschrijving van de Nederlandsche overzeesche bezittingen voor beschaafde lezers uit all standen uit de beste bronnen en eigen ervaring in Oost- en west – Indien geput. Groningen: J. Oomkens J. Zoon ,
Van Gelder, W. 1882. Beschrijving van het Eiland Java En Zijn Bewonners, Voor De Scholen in Nederlandsche-Indie. Batavia : G. Kolff & Co.
Van Hoevel, Dr. W.R. 1859. Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie (TNI) XXI Deel I. Zat- Bommel: Joh Noman & Zoon.