Ritual Tradisi Petik Kopi Di Perkebunan Karang Anyar, Modangan,Nglegok, Blitar

(Andrik-Kun)Menurut Danandjaja (2002), Makanan merupakan fenomena kebudayaan, oleh karena itu makan bukanlah sekadar produksi orgnaisma, yang dapat dapat di konsumsi oleh organisasi hidup, makanan selalu di tentukan oleh kebudayaannya masing-masing. Agar suatu makanan dapat dikonsumsi diperlohe dahulu cap persetujuan dan pengesahan dari kebudayaan. Wujud dari persetujuan dan pengesahan makanan tersebut salah satunya diadakan dengan upacara pangan atau ritus pangan.  Penulisan tentang ritus pangan ini adalah dalam rangka mengisi rencana kerja penyuluh budaya rayon Jawa yang berkerjasama dengan rayon Jawa Barat, Banten dan Bali. Rencana kerja tersebut pembuatan buku dengan tema mengenai ritus pangan. Buku tersebut mengambil artikel-artikel yang di kumpulkan oleh Penyuluh Budaya Rayon Jawa, Jawa Barat, Banten dan Bali. Penulis yang merupakan penyuluh udaya penempatan daerah Kabupaten Blitar mengambil tema ritus pangan tentang tanaman kopi. Nama ritus tersebut adalah Ritual Petik Kopi yang ada Perkebunan Karang Anyar Desa Modangan Kec. Nglegok. Kab. Blitar. Alasan penulisan ritual petik kopi adalah Kab. Blitar terutama daerah perkebunan banyak ditumbuhi tanaman kopi, kegiatan ritual ini kemungkinan jarang di publikasikan dan di ketahui oleh masyarakat luas dan lewat artikel ini radisi ritual petik kopi tetap dipertahankan sebagai warisan budaya bangsa. Artikel ini disusun berdasarkan data wawancara dengan Bapak Suwito (Kepala Kebun), Bapak Rebo (Sesepuh Ritual) dan dokumentasi yang berupa foto kegiatan dan susunan acara pada tahun 2012 dari Perkebunanan Karang Anyar.

2. Perkebunan Karang Anyar, Desa Modangan, Kec. Nglegok Kab. Blitar (Dok. Pribadi)
Perkebunan Karanganyar, Blitar

Sekilas Mengenai Tanaman Kopi di Indonesia.

Sebelum menginjak ke Ritual Petik Kopi alangkah baiknya  mengenal sejarah tanaman kopi Indonesia. Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi yang dikeringkan kemudian di haluskan menjadi bubuk. Kopi (Coffea) merupakan tanaman primadona di daerah beriklim tropis yang pertama kali di temukan di Ethiopia ribuan tahun sebelum masehi. Sejarah tanaman kopi Indonesia tidak lepas dari era tanam paksa atau Culturstelseel (1830-1870) yang membuat pemerintah kolonial Belanda membuka sebuah perkebunan komersial di Hindia Belanda, termasuk pulau Jawa. Jenis kopi yang dikembangkan adalah kopi arabica yang di datangkan dari negara arab (Wikipedia).

Tanaman kopi yang di bawa oleh pemerintah Kolonial Belanda di awal abad ke-18. Menjadi salah satu tanaman yang di monopoli pemerintah kolonial Belanda, sebelum tahun 1808, perkebunan kopi hanya ada di distrik sunda, dan hanya beberapa lahan yang ada di wilayah timur. Pada masa Daendles, tanaman ini menyebar hamper seluruh pulau Jawa (Raffles, 2014 : 8). Adanya tanaman kopi di Blitar boleh dikata sebagai bentuk pengembangan dari suksesnya pengembangan tanaman ini di wilayah Malang. Perusahan sektor perkebunan untuk pengembangan tanaman kopi yang ada di Blitar yakni Karangnongko Maatschappij dan Tjandi Sewoe Maatschappij (Setyabudi, 2012 :151). Kemudian memunculkan para planter dan beberapa perkebunan kopi yang ada Blitar termasuk yang masuk bertahan yaitu Perkebunan Karang Anyar.

Desa Modangan dan Perkebunan Karang Anyar.

Desa Modangan adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Nglegok Kab. Blitar. Desa ini berjarak sekitar 12 km ke utara dari Kota Blitar. Letak desa ini tidak jauh dari Candi Penataran, sebab desa ini berbatasan dengan Desa Penataran. Bila desa Penataran memiliki situs candi terbesar di Jawa Timur yaitu Candi Penataran, Desa Modangan memiliki dua situs purbakala yaitu Situs Umpak Balekambang dan Situs Warak. Kedua situs ini kurang begitu di kenal oleh masyarakat karena mungkin letaknya yang berada di pedalaman. Meskipun kurang begitu di kenal situs ini cukup menarik untuk di kunjungi. Pada artikel ini pembahasan tidak tertuju pada kedua situs purbakala ini melainkan sebuah Ritual yang dilakukan oleh salah satu perkebunan yang ada di Desa Modangan.

Bila kita mendengar kata Ritual Petik, mungkin dipikiran pasti tertuju pada Ritual Petik Laut. Ritual Petik Laut adalah sebuah upacara dalam rangka mensyukuri hasil laut yang melimpah dan sebagai wujud syukur kepada Yang Kuasa. Ritual ini sering kita dengar dan di laksanakan oleh nelayan di pantai-pantai selatan Jawa. Ritual Petik tidak hanya dilakukan di daerah pesisir pantai, di daerah pengunungan yang kaya perkebunan ritual tersebut juga dilakukan. Ritual yang bertempat di sebuah perkebunan kopi yang bernama Perkebunan Karang Anyar tersebut dinamakan Ritual Petik Kopi.

Sekilas mengenai Perkebunan Karang Anyar, Perkebunan ini terletak di dusun Karang Anyar timur, Desa Mondangan, Kec. Nglegok yang berjarak sekitar 4 km ke utara dari Pasar Penataran. Perkebunan ini dimiliki oleh pihak swasta dengan perusahaan pengelolanya bernama PT Harta Mulia. Berada pada ketinggian 400-650 m dpl dan memilik luas sekitar 300,0600 Ha, Perkebunan Karang Anyar memiliki komoditi utama yaitu cengkeh, duren, ketela dan kopi. Kopi jenis robusta menjadi salah satu komoditi utama dari Perkebunan Karang Anyar, perlu diketahui kopi jenis robusta hanya bisa tumbuh pada ketinggian 400-600 m dpl. Ritual Petik Kopi diadakan setiap masa panen tiba setiap tahunnya. Tujuan diadakan ritual ini adalah tidak lain untuk mensyukuri hasil panen Yang Kuasa, kemudian untuk keselamatan kerja para karyawan pabrik.

Jalanya Ritual Petik Kopi

Acara Ritual Petik Kopi mengambil data pada tahun 2012, tepatnya Selasa Pahing, 12 Juni 2012. Menurut Bapak Suwito, dua tahun terakhir ritual ini tidak dapat dilakukan karena ada beberapa kebijakan dari pengelola perkebunan. Meski demikian dalam dua tahun terakhir meski tidak ada ritual, kegiatan tersebut tetap di lakukan tapi dalam skala kecil seperti selametan. Tokoh-tokoh yang terlibat dari ritual petik kopi adalah Direktur dan Karyawan Perkebunan Karang Anyar, Tamu Agung, Sesepuh desa atau petik kopi, dan Beberapa seniman-seniman.

Ritual di mulai pada pukul 8.00 Pagi dengan pemasangan cok-bakal pada lokasi yang di jadikan untuk ritual. Menurut Bapak Suwito, pemasangan cok-bakal seharusnya dilakukan kemarinnya, karena agar acaranya runtut pemasangan cok-bakal dilakukan di hari yang sama dengan ritual petik kopi. Cok-bakal adalah gabungan beberapa benda/alat yang dijadikan satu dalam sebuah takir/wadah. Takir/wadah biasanya terbuat dari daun pisang. Semuan benda yang berada di dalam takir jumlah sedikit-sedikit, antara lain beras, bumbu empon-empon, garam, gula tembakau, daging kelapa, kembang boreh dan sirih. Cok-bakal mengandung pengertian kepastian yang positif dan mengambarkan segala macam kebutuhan hidup dalam kultur masyarakat jawa. Cok-bakal yang dipasang berjumlah lima buah dengan perincian empat buah cok-bakal ditempatkan berada di dekat pohon yang dijadikan ritual yang mengacu pada empat tempat penjuru mata angin dan satu buah di tempatkan di tengahnya.

Acara ritual kemudian di lanjutkan dengan menungggu Direktur Perkebunan dan beberapa tamu agung untuk datang ke Pendopo Agung yang dimulai pada pukul 9.00. Para peserta ritual dan undangan yang datang semuanya memakai baju jawa lurik dan beskap. Tembang-tembang mocopatan pun dikumandangkan untuk menunggu kedatangan dari Direktur Perkebunan dan tamu agung, seraya juga menunggu masuk ke acara ritual selanjutnya.

Sekelompok Kesenian Jaranan mempersiapkan diri untuk mengisi acara ritual petik kopi. Kelompok kesenian jaranan tersebut berkumpul di pendopo agung guna mendampingi berapa sesepuh untuk berangkat menuju ke Kucur 35 dan Petirahan Gadhung Melati. Pada Pukul 9.00 Para Sesepuh yang diiringi kelompok kesenian jaranan di berangkat dari pendopo agung menuju ke sebuah mata air sumber yang bernama kucur 35. Kucur 35 merupakan sumber mata air dibuat oleh orang Belanda yang digunakan sebagai irigasi di perkebunan ini. Di tempat ini kegiatan pengambilan air suci dilakukan dengan memberi sesajen dan cok bakal. Tujuannya adalah air sumber tersebut tetap lestari dan biar menghidupi semua yang ada di perkebunan. Setelah pengambilan air suci selesai, perjalanan yang di iringi kesenian jaranan tersebut dilanjutkan ke sebuah petirahan yang bernama Pertirahan Nitisari Gadhung Melati atau Gunung Cilik. Petirahan ini merupakan punden dengan sebuah makam. Makam tersebut diapit oleh dua pohon besar dan belum diketahui makam tersebut makam siapa. Menurut Bapak Suwito, tempat ini merupakan sebuah pertirahan atau tempat singgah sebuah tokoh besar pada zaman dulu dan dijadikan punden atau dayangan oleh masyarakat sekitar. Ritual yang dilakukan di petiarahan ini adalah pemanjatan doa-doa atau memohon restu kepada yang bahurekso tempat ini agar di beri kelancaran untuk kegiatan ritual petik kopi. Setelah melakukan ritual di dua tempat tersebut, kelompok kesenian jaranan dan sesepuh kembali ke Pendopo Agung guna mempersiapkan acara utama yaitu Ritual Petik Kopi.

Sesepuh Ritual Petik Kopi dipimpin oleh Bapak Rebo, yang juga warga dusun Karang Anyar. Beliau sudah menjadi sesepuh ritual petik kopi sejak tahun 1984. Ritual dimulai pukul 10.30, Sesepuh menuju lokasi ritual dengan naik delman dan dibelakangnya diikuti oleh cantrik yang berjumlah 15 orang dengan berpakaian lurik, ibu-ibu pembawa rinjing (wadah dari anyaman bambu) dan diiringi oleh kesenian jaranan.

Lokasi ritual adalah sebuah pohon kopi yang sudah diberi cok-bakal, janur kuning dan janur bundel. Janur kuning ditempatkan mengantung dan melingkar, sedangkan janur bundel dibawah pohon kopi yang dijadikan ritual. Sesampai di lokasi, ritual pun langsung dilaksanakan. Sesajen-sesajen yang dibawa kemudian ditaruh di pohon kopi yang dijadikan tempat ritual. Doa-doa pun dipanjatkan oleh sesepuh yang memimpin ritual seraya membakar dupa. Inti dari doa-doa adalah memohon doa restu dari yang bahurekso perkebunan agar selama kegiatan tidak ada gangguan. Selepas memanjatkan doa, sesepuh kemudian memetik dua tangkai kopi. Dua tangkai tersebut dinamakan manten kakung dan manten setri. Tangkai kopi yang di namakan manten kakung dan manten setri tesebut adalah kopi yang sudah siap panen dan berkualitas bagus. Pengambilan tangkai tersebut kemudian di ikuti oleh ibu-ibu yang sudah siap dengan membawa rinjing.

Sesepuh dan cantrik yang sudah memetik beberapa tangkai kopi kemudian kembali ke Pendopo. Mereka kembali ke pendopo dengan membawa dan mengarak tangkai kopi manten kakung dan manten setri yang dibalut kain oleh kafan serta membawa beberapa hasil bumi. Kesenian jaranan juga menjadi pengiring kembali sesepuh ritual petik kopi untuk kembali ke pendopo.

Di Pendopo Agung, Ir. Endro Hermono, M.Sc selaku  Direktur Perkebunan sudah menunggu untuk menyambut para sesepuh yang selesai mengadakan ritual petik kopi. Sesepuh ritual petik kopi kemudian menyerahkan kopi manten kakung dan manten setri kepada Direktur Perkebunan. Prosesi penyerahan tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyerahan kepada Kepala Bagian Pabrik dari Direktur Perkebunan. Kepala Bagian Pabrik kemudian membawa tangkai kopi tersebut di suatu tempat untuk disimpan dan dirawat. Selanjutnya melakukan prosesi pengilingan kopi sebagai tanda masa panen kopi sudah tiba.

Ritual Petik Kopi tidak sampai pada prosesi pengilingan saja, tapi dilanjutkan dengan prosesi kenduri keselamatan. Acara kenduri keselamatan diawali dengan sambutan oleh Direktur Perkebunan, kemudian dilanjutkan dengan doa keselematan oleh sesepuh ritual. Doa keselamatan di ucapkan agar kegiatan panen raya ini dapat berjalan lancar, mendapat hasil melimpah dan keselamatan pekerja terjamin. Acara dilanjutkan dengan kenduri dan di tutup dengan bagi-bagi berkah dengan para cantrik. Meski sudah selesai ritualnya acara tetap dilanjutkan dengan hiburan-hiburan kesenian jaranan dan tarian langen beksan sampai malam hari.

Penutup

Ritual Petik Kopi merupakan sebuah tradisi budaya yang ada di perkebunan karang anyar, desa Modangan, kec. Nglegok, kab. Blitar. Selain sebagai bentuk wujud syukur kepada yang kuasa, ritual ini diadakan sebagai bentuk kepedulian terhadap tradisi turun temurun ini. Ritual petik kopi sebenarnya tidak hanya dilakukan di perkebunan karang anyar ini saja, diperkebunan lain di daerah Blitar atau di luar blitar juga mengadakan ritual yang sama. Ritual petik kopi merupakan ritual budaya yang harus dilestarikan, tak semua orang tahu tentang ritual ini, oleh karena itu pemerintah setempat harus berperan dalam pelestraian ritual ini agar tidak terhenti atau tidak punah.

(Tulisan ini bisa juga dibaca di Buku Kumpulan Artikel Ritus Pangan Nusantara, Kementrian pendidikan dan Kebudayaan)

Daftar Rujukan

Danandjaja, James. 2002. Foklor Indonesia : Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta : Grafitti

Raffles, Thomas S. 2014. The History of Java (terjemahan). Jakarta : Narasi.

Setyabudi, Hery. 2012. Wong Blitar : Sisi Lain Cerita Tentang Orang Blitar. Jakarta : Soekrano Study Center.

Wawancara Bapak Suwito, Tanggal 12 dan 14 Januari 2014

Wawancara Bapak Rebo, Tanggal 15 Januari 2014

id.wikipedia.org/wiki/kopi

Susunan Acara Tradisi Ritual Petik Kopi Perkebunan Karang Anyar, 12 Juni 2012

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s